Iklan Display

Aqiqah Wajib atau Sunnah

Pengertian Aqiqah Dalam Islam

Aqiqah adalah pengorbanan dua hewan kambing untuk bayi laki-laki dan satu hewan kambing untuk perempuan dalam syariat Islam. Aqiqah juga bermakna sebuah tradisi atau ajaran Rasulullah sebagai bentuk rasa syukur seorang muslim kepada Allah atas kelahiran bayi dari seorang pasangan suami istri muslim yang sah. Beberapa ulama juga menjelaskan bahwa aqiqah adalah penebus dosa, yang dalam pengertian aqiqah itu melepaskan kekangan setan/jin yang mengiringi seorang bayi sejak lahir.

hukum aqiqah wajib atau sunnah, pendapat ulama tentang aqiqah, tata cara melaksanakan aqiqah, layanan aqiqah murah sesuai sunnah

Ulama Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berpendapat bawah kekangan setan/jin kepada seorang bayi yang lahir ke dunia ini akan terlepas kekangan daro setan/jin setelah anak tersebut telah di aqiqahi. Maka dari itu aqiqah menjadi jalan untuk membebaskan seorang bayi dari kekangan setan/jin.

Berdasarkan hadist riwayat Salman bin 'Amir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيقَتُهُ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى »

“Pada (setiap) anak laki-laki (yang lahir) harus diaqiqahi, maka sembelihlah (aqiqah) untuknya dan hilangkan gangguan darinya.” (HR. Bukhari no. 5472)

Intinya perkara aqiqah itu jangan dipandang remeh bagi kita orang tua muslim, meskipun aqiqah itu syariatnya sunnah muakkad dan itu murni menjadi tanggungan orang tua sampai batas waktu tidak tentukan. Aqiqah selain bertujuan menjalankan ketaatan kita kepada Allah dan melaksanakan ajaran sunnah Rasulullah juga bertujuan untuk bersedekah.

Hukum Aqiqah

Hukum aqiqah menjadi persoalaan tetang fiqih yang menjadi perbedaan pendapat dari kalangan para ulam fiqih empat mazhab. Tapi mayoritas para ulama berpendapat bahwa hukum  aqiqah itu sunnah muakkad, tidak mewajibkan tetapi tetap harus dilaksanakan dan menjadi tanggungan bagi orang tua sampai kapanpun. Artinya, orang tua wajib melakukan aqiqah kepada anak-anaknya walaupun anak-anaknya sudah menginjak dewasa atau bahkan sudah menikah. Karena aqiqah itu kewajiban atau tanggungan orang tua dalam melaksanakan syariat islam.

Pendapat ulama Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanbali menyatakan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkad dalam "Nihayatul Muhtaj, 8/137. Al-Majmu’, Imam an-Nawawi, 8/435. Mathalib Ulin Nuha, 2/488. Mughnil Muhtaj, 4/293". Kedua mazhab tersebut berdalil dengan hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ-صلى الله عليه وسلم-قَالَ «كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى»

Dari Samurah bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud no. 2838, An-Nasai no. 4220, Ibnu Majah nol. 3165, Ahmad 5/12. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Pendapat ulama kedua mazhab tersebut memaknai kalimat murtahanun atau tergadaikan adalah seorang anak tersebut tidak akan bisa tumbuh berkembang dengan baik sebelum dia diaqiqahi oleh kedua orang tuanya.

Hukum Aqiqah Pendapat Ulama Kontemporer

Para ulama kontemporer lebih cenderung berpendapat bawah hukum aqiqah adalah sunnah muakkad. Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid juga berfatwa dalam pernyataannya, 

اَلْعَقِيْقَةُ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ، وَلَا إِثْمَ عَلَى مَنْ تَرَكَهَا

“Hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah. Sehingga, tidak ada dosa bagi mereka yang meninggalkannya.”

Fatwa yang dikeluarkan oleh Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid berdasarkan dengan sebuh hadist,

عن عمرو بن شعيب عن أبيه أراه عن جده قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْهُ فَلْيَنْسُكْ ، عَنْ الْغُلامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ ، وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ

Dari Amru bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, barangsiapa yang melahirkan seorang anak jika ingin mengaqiqahi, maka hendaknya mengaqiqahi. Jika anak yang lahir laki-laki, maka aqiqah dengan dua kambing. Jika anak yang terlahir perempuan, maka cukup dengan satu kambing. (HR. Abu Daud, no. 2842. Hadits ini dianggap hasan oleh al-Albani dalam kitab, shahih Abi Daud).

Pendapat salah satu ulama kontemporer ini menyatakan hukum aqiqah adalah sunnah muakkad tidak sampai ke derajat hukumnya wajib. Akan tetapi para orang tua muslim tidak meremehkan/mengabaikan amalam mulia ini dalam melaksanakan aqiqah kepada anakknya. Meskipun dalam pelaksanaanya aqiqah tidak harus dilaksanakan pada hari ke tujuh setelah kelahiran seorang bayi, bisa dilaksanakan setelah itu.

Kerugian Bagi Orang Tua Yang Tidak Melaksanakan Aqiqah

Pertama

Tidak seorang pun didunia ini tahu apa yang akan terjadi dengan hari esok dan hanya Allah yang mengetahuinya. Bagi orang tua yang memiliki anak meninggal sebelum masa baligh, anak tersebut tidak akan bisa memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya sampai anaknya yang meninggal tersebut di aqiqahi. Salah satu bentuk syafaat anak kepada orang tuanya adalah anak yang meninggal dunia diusia balita atau belum baligh. Anak yang meninggal dunia usia balita atau sebelum baligh tidak memiliki dosa dan masih dianggap suci dan mereka akan memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya untuk masuk surga. 

“Anak-anak kecil (yang meninggal) menjadi kanak-kanak surga, ditemuinya kedua ibu bapaknya, lalu dipegangnya pakaian ibu bapaknya – sebagaimana saya memegang tepi pakaian ini dan tidak berhenti (memegang pakaian) sampai Allah memasukkannya dan kedua ibu bapaknya kedalam surga.” (HR. Muslim no. 2635).

Kedua

Bagi orang tua yang sudah meniatkan dan melaksanakan aqiqah sesuai syariat islam, diberikan keselamatan atau terhalang dari mara bahaya kehidupan. Makna mendapatkan keselamatan terhalang dari mara bahaya kehidupan dijelaskan oleh Mula Ali Al-Qari rahimahullah,

“Tergadai dengan akikahnya, maksudnya adalah, anak itu terhalang mendapat keselematan dari mara bahaya sampai dia diakikahi“. (Lihat : Al-Mifshal fi Ahkam Al-Aqiqah, hal. 30).

Ketiga

Seperti yang telah dijelaskan diatas, anak yang belum diaqiqahi masih dalam keadaan tergadai dan terkekang oleh setan/jin. Kekangan setan/jin ini tidak akan terlepas sampai anak tersebut diaqiqahi. Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa Allah menjadikan aqiqah dalam syariat islam untuk melepaskan kekangan setan/jin sejak dia lahir kedunia. Maka proses aqiqah tersebut menjadi jalan untuk menebus dosa membebaskan bayi dari kekangan setan/jin.

Kesimpulan

Uraian penjelasan dari atas dapat disimpulkan bahwa hukum aqiqah itu adalah sunnah muakkad. Akan tetapi ditekankan kepada semua orang tua muslim untuk bisa meniatkan dan berusaha untuk melaksanakan aqiqah untuk anaknya demi keselamatan dunia akhiratnya. Bagi orang tua yang mampu bisa melaksanakan aqiqah setelah tujuh hari kelahiran bayinya dan bagi yang belum mampu bisa dilaksanakan semampunya sampai batas waktu tidak ditentukan. Perlu ditekankan kembali aqiqah ini menjadi tanggungan/kewajiban orang tua kepada anaknya atas ketaatan seorang hamba kepada Allah dan cinta dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Promo Aqiqah

Layanan Aqiqah Murah Hemat Tapi Tetap Eksklusif Sesuai Sunnah (Dapatkan Promo klik disini)

Belum ada Komentar untuk "Aqiqah Wajib atau Sunnah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel